Awas Risiko Denda Akibat Harta Tidak Dilaporkan di SPT Tahunan!

Tidak lapor harta pada saat menyampaikan SPT Tahunan akan akibatkan risiko denda bagi wajib pajak. Alih-alih mengumpulkan harta/aset untuk mencapai tujuan finansial yang ada  kamu malah rugi? Kok bisa ya?

Pada dasarnya, setiap wajib pajak tentu memiliki harta. Maka, mustahil rasanya bila tidak mengisi kolom harta pada SPT Tahunan. Mungkin selama ini kamu hanya melaporkan beberapa item saja agar data dapat tersimpan saat pengisian e-Filing. Namun bisa saja ada harta lain yang tidak atau belum lapor. 

Apa yang terjadi jika tidak lapor harta di SPT Tahunan?

Salah satu konsep yang perlu kita pahami adalah penghasilan yang kamu terima akan habis melalui 2 cara, yakni dengan konsumsi atau investasi. Apabila penghasilan yang kamu miliki tidak habis untuk konsumsi, maka gunakan untuk investasi ke dalam aset, seperti menabung, membeli tanah, dll. Jika harta yang kamu miliki tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan, khawatir akan timbul masalah di kemudian hari. Contoh masalah yang mungkin akan timbul adalah jika harta tersebut ditemukan oleh Ditjen Pajak melalui mekanisme pemeriksaan atau ekstensifikasi pajak.

Ditjen Pajak menghimbau agar lapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas. Khususnya terkait pelaporan kepemilikan harta. Saat ini Ditjen Pajak memiliki basis data dan informasi yang jauh lebih banyak untuk awasi wajib pajak yang tidak patuh. Saat ini, sudah ada 69 lembaga atau pihak ketiga yang secara rutin menyampaikan datanya kepada DJP. Data-data dari pihak ketiga tersebut berasal dari ILAP (Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lain). Nantinya data yang diterima serta data internal milik Ditjen Pajak, dapat dilihat yang belum atau tidak melaporkan hartanya di SPT. Ini juga menjadi dasar pengenaan denda tidak lapor harta di SPT bagi wajib pajak yang tidak jujur.

Jika ada data yang tidak sesuai

Jika ada data yang tidak sesuai antara penghasilan dalam SPT serta laporan harta dan data dari pihak ketiga, Ditjen Pajak dapat meminta klarifikasi pada wajib pajak. Permintaan penjelasan ini dalam bentuk Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Kesesuaian data dari pihak ketiga dan data dari Ditjen Pajak sangatlah penting.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *